Thursday, February 11, 2016

Kelahiran Paris sebagai kota modern

Paris

Paris hingga kini tetap menjadi kota nomor satu yang paling banyak dikunjungi, dan puluhan juta orang tertarik datang ke pusat kotanya.
Distrik Marais tetap merupakan daya tarik utama Paris. Kawasan ini popular di kalangan bangsawan sebelum masa Louis ke-XIV – sang “Raja Matahari” – memindahkan istananya dari Versailles.
Sebelumnya kawasan penuh jalan sempit dan tumpukan rumah-rumah berpenampilan historis dan taman-taman nyaris terbenam jadi kawasan kumuh pada dekade sebelumnya sampai terjadi kebangkitan kembali kawasan itu untuk dipenuhi dengan butik busana, café, restoran, museum dan galeri.
Berjalan melalui jalan-jalan Abad Pertengahan yang ramai dan berkelok-kelok ini, sulit membayangkannya sebagai sesuatu yang sempat ingin dihancurkan. Dan keinginan itu bukan datang dari militer Jerman, yang tak terlalu berminat pada arsitektur kota Paris pada periode 1870 hingga 1945.
Namun yang ingin melakukannya adalah Napoleon III dan Kepala Daerah Seine, George-Eugène Haussmann – yang meningal dunia 125 tahun lalu – yang melihat kawasan Marais dalam keseharian mereka.
Sebagaimana bagian kota Paris lainnya, Marais amat bau pada tahun 1853 ketika sang kaisar memerintahkan Haussmann membangun ulang kota yang bau itu menjadi beraroma wangi.
Seluruh kawasan Abad Pertengahan itu dihancurkan dan diganti dengan jalan-jalan modern. “Itu adalah saat pembuatan selokan kota Paris,” kata Haussmann dengan bangga di memoirnya.

Sang perusak


Paris Marais

Sebagai seorang administrator kota tanpa pengetahuan perencanaan perkotaan, Haussmaan mengubah Paris menjadi kawasan penuh gedung selama 20 tahun.
Sekalipun ia dipaksa untuk mengundurkan pada tahun 1870 ketika sang kaisar menghadapi kritik deras sehubungan dengan pengeluaran berlebihan, perencanaan yang dibuat oleh Haussman terus dikerjakan hingga akhir dekade 1920-an.
Dibuat dan dijalankan dalam tiga fase, rencana itu termasuk penghancuran 19.730 gedung bersejarah dan pembangunan 34.000 gedung baru.
Jalan-jalan tua digantikan oleh jalan baru yang lebar yang dicirikan oleh barisan blok apartemen neoklasik berukuran besar dengan batu berwarna krem.
Beriring dengan jalan-jalan yang lebar ini, Haussmann membangun alun-alun yang luas, taman kota yang mengambil contoh Hyde Park di London, serta sistem selokan yang komprehensif dan penampungan air bersih serta jaringan pipa bawah tanah untuk menghidupkan lampu jalan dan gedung-gedung serta air mancur, WC umum dan barisan tanaman.
Infrastruktur kota ini didampingi oleh stasiun kereta api yang baru dan mencolok – Gare du Nord dan Gare de L’Est – gedung Opéra Paris, sekolah baru, gereja, sejumlah alun-alun kota, gedung teater yang ambisius di Place du Châtelet, pasar makanan berkerangka besi Les Halles, (yang dijuluki penulis Èmile Zola sebaai “Perut kota Paris”), serta jaringan jalan yang sensasional yang berpusat di Arc de Triomphe di pusat istana Haussmann, Place de l’Ètoile.
Lanskap Paris
Sejak diganti namanya menjadi Place Charles de Gaulle, l’Ètoile menjadi mimpi buruk setiap pengemudi dari luar negeri: Anda mencoba mengemudi melawan lalu lintas yang berasal dari 12 arah sekaligus, sementara berupaya untuk mengendalikan kendaraan mengelilingi bangunan monumen kemenangan Napoleon Bonaparte.

Hancurkan dan bangun ulang

Tak ada kota besar lainnya, sebelum atau sejak itu, mengalami transformasi radikal seperti itu di masa damai. Proses itu membutuhkan sejumlah besar pekerja terampil dan pekerja kasar bersama para arsitek, insinyur dan perancang taman. Proses ini menyehatkan kembali kota ini sesudah bencana kolera dan tifus.
PHasilnya adalah banyaknya taman yang menjadi tempat bagi penduduk kota paris untuk bermain dan bersantai.
Secara teoritis, jalan-jalan lebar ini memberi kesempatan pada tentara pemerintah untuk bergerak bebas menjaga keamanan pada saat adanya kerusuhan dan segala gangguan lain. Dan ketika kota meningkat pertumbuhannya dan penduduknya bertambah secara drastis, jalan-jalan ini memberi perasaan persatuan bagi penduduk Paris beriring dengan suasana yang nyaman khas milik kelas menengah.
Yang masih menakjubkan dari sini adalah banyak sekali bagian kota yang dihancurkan dan ditata ulang berdasarkan gagasan sang kaisar dan Haussmann.
Namun Napoleon III mengikuti jejak langkah pamannya, Napoleon Bonaparte, yang juga merancang kota Paris. “Jika saja Tuhan memberi saya 20 tahun lagi kesempatan memerintah”, ia menulis dalam pembuangan di Saint Helena sesudah Pertempuran Waterloo, “orang akan mencari dengan sia-sia kota Paris tua. Tiada yang akan tersisa kecuali reruntuhannya.”
Pada tahun 1925, arsitek visioner kelahiran Swss-Prancis, Le Corbusier, menerbitkan rencana bernama Plan Voisin untuk kota Paris, sebuah proyek yang disponsori oleh Gabriel Voisin, perintis usaha penerbangan dan pabrik mobil mewah di Prancis.
Skema yang dibayangkan oleh rencana Le Corbusier yang radikal ini adalah penghancuran pusat kota Paris di sebelah utara Sungai Seine. Ini akan diiringi dengan ruang luas yang akan ditumbuhi oleh hutan beton untuk pemukiman. Mobil akan melaju melintasi kota di jalan-jalan layang yang bebas dari pejalan kaki.
Paris Seine
Jika rencana Le Corbusier, yang tak pernah terwujud itu, dianggap kelewat ekstrem, rencana Haussmann juga mendapatkan kritiknya.
Politikus terkenal Jules Ferry (1832-93) menulis, “Kami menangis dengan air mata bercucuran untuk kota tua Paris. Paris yang dibayangkan oleh Voltaire… Paris masa 1830 hingga 1848, ketika kita lihat gedung baru bertumbuhan, kebingungan yang dihasilkannya, serta menangnya arsitektur yang vulgar serta materialisme buruk yang akan kita wariskan kepada keturunan kita.”
Atau seperti kata sejarawan Abad ke-20 Réné Héron de Villefosse, mengomentari perubahan yang dilakukan Haussmann terhadap Île de la Cité, “Paris tua ditorpedo oleh Baron Haussmann dan tenggelam pada masa pemerintahannya. Mungkin ini kejahatan kepala daerah yang megalomaniak sekaligus juga kesalahan terbesarnya … Perbuatannya lebih merusak ketimbang daya rusak 100 bom.”

Paris tetap akan jadi milik kita

Ketika pada tahun 1944, tentara Sekutu tiba untuk membebaskan kota dan Adolf Hitler memerintahkan pembumihangusan kota Paris, gubernur militer Paris Mayor Jenderal Dietrich von Choltitz menolak menjalankan perintah itu. Paris terlalu indah untuk dihancurkan.
Napoleon Bonaparte, Napoleon III, Baron Haussmann dan Le Corbusier tidak memiliki sentimen semacam itu.
Sekalipun bombastis, rencana Haussmann yang monumental tetap mengesankan, setidaknya karena ia mencapai sedemikian banyak dalam waktu cepat dan standar yang seragam.
Paris facade
Terlatih sebagai administrator pemerintahan, Haussmaan merupakan seorang tokoh yang tegas memerintah, sekalipun ia seorang musisi berbakat, ia sama sekali tidak sentimental. Ia bahkan menghancurkan rumah tempat kelahirannya – 55 rue de Faubourg-du-Roule – sekalipun dipenuhi kenangan masa kecil yang indah.
Pada saat bertemu Haussman pertama kali pada tahun 1853, Napoleon III mencatat, “Di hadapan saya, seorang yang paling istimewa di masa ini. Orang yang besar, kuat, penuh energi juga pintar dan penuh tipu daya, dan punya banyak kemampuan.”
Kerja sama antara kaisar Prancis yang ambisius dan kepala daerah yang teliti ini sangat luar biasa. Dalam setahun pemerintahan Haussman, yang jatuh karena pemborosan anggaran, Napoleon juga jatuh sesudah kekalahan Prancis dalam perang melawan Prussia. Ketika dilepaskan dari tahanan Jerman, ia dibuang di Chiselhurst, di Kent, Inggris , tempat ia meninggal pada tahun 1873.
Sesudah dicopot dari jabatannya, Haussmann dipilih menjadi asisten pemerintahan Bonaparte untuk daerah Ajaccio, Corsica, tempat kelahiran Napoleon Bonaparte.
Ia punya waktu untuk menulis memoir sebanyak tiga jilid. Memoir ini mungkin tak banyak dibaca hari ini, tetapi ingatan terhadapnya tetap kuat dalam kota Paris baru yang ia bentuk – dan di kota seperti Barcelona yang mengikuti jejaknya – seperti jalan-jalan di kawasan Marais.

No comments:
Write komentar

VISITOR TRAFIC