Sunday, February 7, 2016

Fatwa MUI nyatakan Gafatar sesat


Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan fatwa sesat bagi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Dalam jumpa pers di gedung MUI, Jakarta, Rabu (3/2), Ketua Umum MUI Pusat, KH Ma'ruf, mengemukakan dasar atas fatwa sesat terhadap Gafatar.
"Mereka sesat karena merupakan metamorfosis Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan menjadikan Ahmad Musadeq sebagai pemimpinnya," kata KH Ma’ruf kepada wartawan.
Gafatar, tambahnya, juga sesat karena menganut ajaran Millah Abraham.
"Millah Abraham mencampuradukkan agama Islam, Nasrani, dan Yahudi. Terhadap mereka yang meyakini paham itu maka dinyatakan murtad dan keluar dari ajaran Islam," ujar Ma'ruf.
Masih dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF meminta pemerintah mengembalikan aset yang dimiliki ribuan orang mantan anggota Gafatar. Menurutnya, hak-hak warga eks Gafatar harus dipenuhi walau mereka telah dinyatakan sesat.
"Kami mengimbau masyarakat tidak merampas aset-aset warga eks Gafatar. Pemerintah wajib melindungi warga eks Gafatar. Yang sudah kehilangan pekerjaan, misalnya, harus dilindungi pemerintah," kata Hasanuddin.

Hasanuddin AF menyatakan bahwa dalam proses pertimbangan untuk menentukan fatwa sesat bagi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), mereka sudah mengundang organisasi ini untuk memberi klarifikasi.
"Kemarin diundang, mereka nggak datang. Jadi pertemuan dengan Jaksa Agung saja, klarifikasi seperti apa organisasi gerakan Gafatar ini," kata Hasanuddin kepada BBC Indonesia, Rabu (3/2).
Menurut Hasanuddin, para tokoh eks-Gafatar diminta untuk mengklarifikasi apakah benar bahwa ajaran mereka terkait Al Qiyada al Islamiyah, dan tokoh mereka adalah Ahmad Musadeq, dan terkait apakah mereka mencampuradukkan ajaran agama.
"Karena dalam dokumen-dokumen seperti itu, tinggal klarifikasi saja, mereka nggak datang, ya...terserah mereka," kata Hasanuddin.
Fatwa keluar setelah melalui proses pengkajian di MUI, kemudian dilaporkan ke komisi fatwa, dan setelah komisi fatwa menggelar rapat pleno, akhirnya keluar fatwa sesat.
Ketika ditanya soal Gafatar yang sudah menyatakan keluar dari Islam sehingga MUI 'tak berhak' mengeluarkan fatwa soal mereka, Hasanuddin mengatakan, "Silakan saja mereka mengaku seperti itu, tapi dari dokumen-dokumen yang ada, mereka masih dalam lingkup (Islam), mengakui Quran sebagai dasar pijakannya. Quran itu kan sumber ajaran Islam, kecuali mereka tidak mengakui Quran sebagai dasar ajaran mereka."
Setelah fatwa keluar, MUI "mengajak" pengikut Gafatar untuk "kembali pada kebenaran sesuai ajaran Islam yang sebenarnya" oleh para pengurus MUI di tingkat daerah, provinsi dan kecamatan.
Hasanuddin juga menyatakan bahwa salah satu diktum fatwa MUI adalah masyarakat wajib menerima, merangkul, tidak mengusik, dan tidak boleh mengganggu serta merampas aset warga eks-Gafatar.
'Keluar dari Islam'
Jauh hari sebelum MUI mengeluarkan fatwa sesat, Mahful M Tumanurung selaku mantan pucuk pimpinan organisasi eks-Gafatar menyatakan bahwa mereka sudah keluar dari paham dan keyakinan Islam, sehingga MUI tak berhak lagi mengeluarkan fatwa sesat pada mereka.
“Dalam hal persoalan keyakinan dan paham keagamaan adalah hak asasi setiap warga negara Indonesia yang dilindungi dan dijamin oleh Konstitusi, untuk itu kami menyatakan sikap, telah keluar, telah keluar dari keyakinan dan paham keagamaan Islam mainstream Indonesia, dan tetap berpegang teguh pada paham milah Abraham. Untuk itu, bukan pada tempatnya Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa sesat pada kami atau Gafatar sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang sosial budaya yang berasaskan Pancasila seperti tertulis dalam AD/ART kami," kata Mahful di hadapan wartawan di YLBHI, Jakarta, Rabu (26/1).

Lepas dari keyakinan para mantan anggota Gafatar, pemerintah Indonesia diminta memfasilitasi setiap keinginan mereka yang berbeda-beda.
"Itu harus diselesaikan berdasarkan keinginan mereka. Mereka mau apa, kalau mau transmigrasi, ya harus difasilitasi," kata Direktur Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Abidin Bagir, kepada BBC Indonesia, Selasa (02/02) petang.
Menurutnya, ribuan eks anggota Gafatar adalah warga Indonesia yang memiliki hak hidup, hak mencari pekerjaan, dan hak untuk tinggal di wilayah Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menegaskan kembali tentang opsi transmigrasi ke luar Jawa seperti yang diinginkan oleh sebagian eks anggota Gafatar.
Sedikitnya 2.000 eks anggota Gafatar dievakuasi oleh aparat keamanan dari sejumlah wilayah Kalimantan Barat menyusul aksi pembakaran kediaman mereka di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Mereka kemudian dikirim ke wilayah asal mereka di berbagai kota di Jawa dan Sumatra, dengan ditempatkan terlebih dulu di lokasi 'pembinaan'.

No comments:
Write komentar

VISITOR TRAFIC